Isuenasional, Jakarta — Pemerintah memulai langkah strategis untuk merenovasi pesantren di wilayah berisiko tinggi bencana. Upaya ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Agama (Kemenag), yang disaksikan oleh Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar dan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Menko Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa program renovasi difokuskan pada pesantren yang berada di kawasan berisiko tinggi, memiliki lebih dari seribu santri, dan tidak mampu membangun secara mandiri.
“Renovasi akan diprioritaskan bagi pesantren yang rawan, berjumlah santri di atas seribu orang, dan yang betul-betul tidak mampu melanjutkan pembangunan. Pemerintah ingin semua santri belajar dalam lingkungan yang aman,” ujar Muhaimin.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menambahkan, pihaknya tengah melakukan pendataan menyeluruh terhadap seluruh lembaga keagamaan yang memiliki risiko struktural tinggi.
“Kami bersama jajaran vertikal Kemenag di daerah, dari Kanwil hingga KUA, sedang memetakan gedung keagamaan yang rawan, termasuk pesantren di wilayah miring, pinggir sungai, atau berusia di atas seratus tahun,” jelas Menag.
Untuk memastikan akurasi data dan kualitas bangunan, Kemenag juga melibatkan perguruan tinggi keagamaan negeri yang memiliki fakultas teknik, seperti Universitas Islam Negeri (UIN) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), guna melakukan asesmen forensik bangunan pesantren dan madrasah.
“Semua pesantren adalah aset bangsa yang harus dijaga keselamatannya. Jangan sampai ada yang luput dari perhatian hanya karena statusnya swasta,” tegas Nasaruddin.
Sementara itu, Menteri PUPR Dody Hanggodo menjelaskan langkah teknis yang sudah berjalan. Di antaranya pemeriksaan keandalan bangunan, pendampingan perizinan, hingga penyediaan desain standar pesantren melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).
“Kami sudah mulai melakukan asesmen di delapan provinsi dengan pesantren terbanyak, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Aceh, Sumsel, Sulsel, dan Kalsel,” terang Dody.
Sebanyak 80 pesantren besar dijadikan contoh dalam program pembelajaran bersama ini. Menurut Dody, pendekatan yang dilakukan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan memastikan ruang belajar yang kuat, sejuk, dan aman bagi para santri.
Selain renovasi fisik, Kementerian PUPR juga membuka hotline 158 dan layanan WhatsApp sebagai sarana konsultasi bagi pemerintah daerah maupun pengelola pesantren. Tak hanya itu, program pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi gratis juga disiapkan bagi para santri.
“Kami ingin semangat gotong royong di pesantren diperkuat dengan keahlian. Santri akan kami latih agar bisa membangun pesantrennya sendiri dengan standar yang benar dan rasa bangga,” tutur Dody.
Langkah kolaboratif lintas kementerian ini diharapkan menjadi tonggak baru bagi penguatan pesantren sebagai pusat pendidikan sekaligus benteng kebudayaan yang tangguh menghadapi bencana.
sumber: Kemenag

